A.
Surat
An-Nisa’ ayat 29
ﻴٰﺎ
َﻴُّﻬَﺎﺍﻠّﺬِﻴْﻦَ ﺍٰﻤَﻨُﻭﺍ ﻻَﺘﺄﻜُﻠﻭﺍ ﺍَﻤْﻮَﺍﻠَﻜُﻢْ ﺒَﻴْﻨَﻜُﻢ ﺒِﺎ ﻠْﺒَﺎﻄِﻞِ ﺍِﻻﱠ
ﺃﻦْ ﺘَﻜُﻮﻦَ ﺘِﺠَﺎﺮَﺓً ﻋَﻦْ ﺘَﺮَﺍﺾٍ ﻤِّﻧْﻜﻢْ ۚ
ﻮَﻻَﺘَﻘﺘﻠﻮﺍ
ﺃﻧﻔﺴﻜﻢۚ ﺇﻦﺍﷲ ﻜﺎﻦﺑﻜﻢ ﺮﺤﻴﻤﺎ
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan
jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.”
B.
Penjelasan
Kata Mufradat
1.
ﻻَﺘﺄﻜُﻠﻭﺍ ﺍَﻤْﻮَﺍﻠَﻜُﻢْ “Jangan
kamu memakan harta-harta kamu.”
Yang dimaksud ‘makan’ di sini adalah
segala bentuk tindakan, baik mengambil atau menguasai. Harta-harta kamu,
meliputi seluruh jenis harta, semuanya termasuk kecuali bila ada dalil syar’i
yang menunjukkan kebolehannya.[1]
Kata amwalakum yang dimaksud adalah harta yang beredar dalam masyarakat.[2]
Amwalakum (harta kamu) adalah baik yang
ditanganmu sendiri maupun yang ditangan orang lain. Lalu harta kamu itu ,
dengan takdir dan karunia Allah SWT ada yang diserahkan ketanganmu dan ada pula
yang diserahkan ketangan kawanmu yang lain. Oleh karena itu betapapun kayanya
seseorang janganlah sekali-kali ia lupa bahwa pada hakikatnya kekayaan itu
adalah kepunyaan bersama juga[3]
2. ﺒِﺎ
ﻠْﺒَﺎﻄِﻞِ “Dengan cara yang batil.”
Yaitu segala perkara yang diharamkan
Allah SWT atau tidak ada haknya. Bathil
yakni pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati.
Dalam konteks ini Nabi SAW bersabda, “kaum muslimin sesuai dengan (harus
menepati) syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan yang
haram atau mengharamkan yang halal”.[4]
Ayat ini dengan tegas melarang orang
memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan
harta sendiri dengan jalan bathil adalah membelanjakan hartanya pada jalan
maksiat. Memakan harta orang lain dengan cara bathil ada berbagai caranya,
seperti pendapat Suddi, memakannya dengan jalan riba, judi, menipu, menganiaya.
Termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala jual beli yang dilarang syara’.[5]
3. ﺘِﺠَﺎﺮَﺓﻋَﻦْ
ﺘَﺮَﺍﺾٍ ﻤِّﻧْﻜﻢ
“Perniagaan/perdagangan
yang berdasarkan kerelaan di antara kamu”
Dengan jalan
niaga ini beredarlah harta kamu,pindah dari satu tangan ke tangan lain dalam
garis yang teratur, dan pokok utamanya adalah ridha, suka sama suka dalam garis
yang halal.
4. ﻮَﻻَﺘَﻘﺘﻠﻮﺍ
ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ “Dan janganlah kamu membunuh diri kamu
sendiri”
Yakni dengan mengerjakan hal-hal yang diharamkan Allah dan
melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya serta memakan harta orang
lain secara batil. Di antara harta dan jiwa itu tidaklah bercerai berai. Orang
mencari harta untuk melanjutkan hidup, maka selain kemakmuran harta benda
hendaklah pula terdapat kemakmuran jiwa.
Imam Ahmad
mengatakan , telah menceritakan kepada kami Hasan Ibnu Musa , telah menceritakan
kepada kami Ibnu Luhai'ah , telah menceritakan kepada kami Yazid Ibnu Abu
Habib, dari Imran ibnu Abu Anas , dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amribnul
As r.a. yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus
Salasil, di suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani .
Ia merasa khawatir bila mandi jinabah , nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa
bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman - temannya .
Amr
ibnul As melanjutkan kisahnya, "Ketika kami kembali kepada Rasulullah SAW
. , maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, ' Hai Amr ,
apakah kamu salat dengan teman - temanmu , sedangkan kamu mempunyai jinabah ? '
. Aku (Amr) menjawab , ' Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya aku bermimpi
mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat dingin, hingga aku merasa
khawatir bila mandi akan binasa, kemudian aku teringat kepada firman Allah Swt.
yang mengatakan:
“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian”. (An-Nisa: 29)
karena
itu, lalu aku bertayamum dan salat.' Maka Rasulullah SAW tertawa dan tidak
mengatakan sepatah kata pun . "[6]
C.
Tafsir
Kata
perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut pula dagang
atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa menyewa, import
dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda
termasuklah itu dalam bidang niaga.[7]
Yang
diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan
yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua belah pihak).
Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi
indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang
dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang
digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Bersandar
pada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut
syari’at melainkan jika ada disertai dengan kata-kata yang menandakan
persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah,dan Imam Ahmad cukup
dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan karena perbuatan yang
demikian itu sudah dapat menunjukkan atau menandakan persetujuan dan suka sama
suka.[8]
Ulama
berbeda pendapat mengenai sampai dimana batas “berkeridhaan” itu. Satu golongan
berkata, sempurnanya berlaku berkeridhaan pada kedua belah pihak adalah sesudah
mereka berpisah setelah dilakukan akad. Menurut Syaukani,yang dihitung jual
beli itu adalah adanya ridha hati, dengan senang, tapi tidak harus dengan
ucapan, bahkan jika perbuatan dan gerak-gerik sudah menunjukkan yang demikian,
maka itu sudah cukup dan memadai. Sedangkan Imam Sayafi’i dan Imam Hanafi
mensyaratkan akad itu sebagai bukti keridhaanya.[9]
Ridha itu adalah suatu tindakan tersembunyi yang tidak dapat dilihat, sebab itu
wajiblah menggantungkannya dengan satu syarat yang dapat menunjukkan ridha itu
ialah dengan akad.[10]
Dalam
surat Al-Jumu’ah ayat 9-10, yang berbunyi:
ﻴﺎﻴﻬﺎ ﺍﻠﺬﻴﻦ ﺍﻤﻨﻮﺍ ﺍﺬﺍ ﻨﻮﺪﻱ ﻠﻠﺼﻠﻮﺓ ﻤﻦ
ﻴﻮﻢ ﺍﻠﺠﻤﻌﺔ ﻔﺎﺴﻌﻮﺍ ﺍﻠﻰ ﺬﻜﺮﺍﷲ ﻮﺬﺮﻮﺍ ﺍﻠﺒﻴﻊ ﺬﻠﻜﻢ ﺨﻴﺭ ﻠﻜﻢ ﺇﻦ ﻜﻨﺗﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﻦ ﻔﺎﺬﺍﻘﺿﻴﺖ ﺍﻠﺼﻠﻮﺓ
ﻔﺎﻨﺘﺸﺮﻮﺍ ﻔﻰ ﺍﻻﺮﺽ ﻮﺍﺒﺗﻐﻮﺍ ﻤﻦ ﻔﻀﻞﺍﷲ ﻮﺍﺬﻜﺮﻮﺍ ﺍﷲ ﻜﺜﻴﺮﺍ ﻠﻌﻠﻜﻢ ﺘﻔﻠﺤﻮﻥ
“wahai orang-orang yang
beriman, apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari Jum’at, maka
segeralah kamu mengingat Allah dan tingalkanlah jual beli, yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (9). Apabila Shalat telah dilaksanakan,
maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak agar kamu beruntung (10).”
Dalam
ayat 9 ini dijelaskan jual beli dilarang untuk dikerjakan saat khotbah Jum’at.
Tetapi pada ayat 10 setelah selesai sholat Allah memerintahkan untuk bertebaran
dimuka bumi yaitu manusia bekerja mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya
[2]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan
Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 412
[3]
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), cet. 3, h. 35
[4]
M. Quraish Shihab, op. cit, h. 413
[5]
Syekh. H. Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta:
Kencana, 2006), cet. 1, h. 258
[6]
Al-Imam Abul Fida Ismail
Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir
Juz V, (Sinar Baru Algensindo)/ Ebook
[7]
Hamka, op. cit, h. 36
[8]
H.Salim Bahreisy, dkk, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), h. 361-362
[9] Syekh. H. Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta:
Kencana, 2006), cet. 1, h. 259